Kamis, 18 April 2019

Aku Sang Dewa yang Jatuh Cinta

"Namaku Claura, Sang Dewi bunga. Siapa kau?" ucapnya manis.

Ya, itu kali pertama aku menggenggam tangannya secara sengaja.

Namaku Aires, Sang Dewa bulan. Aku telah jatuh hati padanya sejak pertama kali melihatnya. Claura, matanya diselimuti pelangi yang pancaran cahayanya tegas membinarkan siapapun yang melihatnya. Perangainya indah, bibirnya bak merekahnya bunga mawar di musim semi.

"Bolehkah aku memiliki wanita yang seindah dirimu?" ucapku dalam hati.

Aku melihatnya berjalan dan tertawa di hamparan rumput Andromeda. Sesekali Claura menari dan tersenyum di antara kumpulan bunga yang sedang mekar. Ahk, sungguh memukau!

"Ayo kemari, Brian! Hahaha," ucapnya sambil melambaikan tangan gemulainya.

Layu!

Hatiku seakan layu. Claura, bolehkah kau ambilkan kepingan hati ini dan menjadikannya utuh? Atau bisakah aku menjadi Brian? Sang Dewa angin yang berhasil merebut hatimu? Ataukah aku salah mencintai seorang wanita yang telah bertuan?

Pulanglah aku dengan binar mata yang mulai redup. Di tempat tidur kecilku aku lantas berbaring sambil menatap jagat raya.

"Claura, andai engkau yang menemani malamku."

Terkadang aku lelah hanya berandai saja. Aku memang mencintaimu, tapi aku tak kan memisahkanmu dengan orang yang engkau cintai. Ketahuilah aku hanya ingin bersamamu meskipun hanya sekejap saja.

Ternyata bayangmu terus menari-nari sampai membuatku hampir gila. Ku paksa diriku untuk tersadar. Ahk, aku keluar saja!  Aku putuskan untuk merasakan angin malam. Ku rasakan pikiranku makin tenang. Tiba-tiba mataku berbinar, damai ku rasakan dalam jiwa. Melihatnya, Claura. Berjalan sendiri di bawah cahaya bulan yang ku kendalikan.

"Tidak!!! Claura!" teriakku cukup kencang.

"Aaaaaaaaaaaaa."

"Tenang, aku sudah menangkapmu."

Tangannya ku peganginya erat, sambil berusaha menariknya dari atas tebing. Aku lantas menggendongnya menuju aster, salah satu bunga terindah di padang rumput Andromeda. Seakan aku ingin malam ini berhenti sejenak. Claura, bermimpikah aku? Menggendong dan melihat mata indahmu dari dekat. Bulan, maafkan aku menghentikan dan memperpanjang waktu binarmu. Karena aku masih ingin menemani dan bercengkrama dengannya. Ya, hanya malam ini saja.

"Namaku Claura, Sang Dewi Bunga. Siapa kau? Terimakasih sudah menolongku."

"Ya, aku sudah tahu Claura sejak lama. Namaku Aires, Sang Dewa Bulan."

"Senang bertemu denganmu Aires," ucapnya sambil tersenyum padaku.

Benar jika Sang Dewa Angin jatuh hati padamu. Sorot matamu mendamaikan. Indah kata-kata yang terucap darimu menentramkan, Claura. Sampai cukup lama kami bercengkrama, hingga tak terasa aku sudah tak bisa cukup lama lagi mempertahankan bulan untuk terus bersinar. Karena aku harus segera mempersilahkan mentari tuk datang.

"Aires, kemarilah ayo! Aku kenalkan kau pada kekasihku."

"Emm, baiklah Claura," ucapku lirih.

"Brian, perkenalkan ini Aires, Dewa Bulan. Dia yang menolongku ketika aku terjatuh di tebing."

Aku menjabat tangan Sang Dewa Angin tanpa ada sedikitpun rasa untuk merebut Claura darinya. Brian, memang pantas mendapatkan wanita seperti Claura. Aku paham.

"Terimakasih Aires atas pertolonganmu. Maukah engkau menikmati jamuan dari kami?" ucap Brian ramah.

"Terimakasih Brian atas tawarannya. Tapi maaf aku harus segera pergi. Mungkin di lain waktu kita dapat berjumpa lagi."

Aku lantas berpamitan. Menengok ke arah Claura untuk terakhir kalinya. Kelak aku akan lepaskan rasa yang ada padanya. Aku bahagia telah melewati semalam bersamanya. Itu sudah lebih dari cukup.

Cinta, ya. Bahagia ketika melihat orang yang dicintainya bahagia. Claura, terimakasih sudah memberi kesempatan untuk bersemi di hati ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar