Minggu, 24 Maret 2019

Potret Abu-Abu

Oleh : Elvrida Rosalia Indraswari

“Andainya engkau rembulan sinarmu terhalang awan apa yang kau rasa?” ucapku dalam hati.

Angin malam memeluk sunyi, malam ini aku sampai tak melihat rembulan dan matahari saling jatuh cinta. Aku tak tahu, banyak bangku kosong. Mungkin semua orang tengah bahagia hingga tak ada yang merenung di tempat sedamai ini.

Duduk di tempat yang cukup sunyi, dengan hati yang juga tak berteman. Menatap langit Kota Lama. Terdengar suara gemerisik, kupikir langkah seseorang. Ahk, mereka bahagia, aku tidak! Ternyata hanya pepohonan yang berbisik. Sesekali usai menghela napas, ku kembali memandang potret itu. Dua kaula yang saling melukiskan wajah bahagia. Jika kadang tak kuat, rasanya ingin kurobek pula.

“Keyna, sedang apa kau di sini? Kau, masih menyimpan fotonya?”

Seseorang berbaju lurik menyapaku. Ternyata Ken, sahabat karibku. Langkahnya tenang menghampiri dan coba menyeka air mataku dengan kedua tangannya. Sudah empat tahun ini tangan itu yang menyeka air mataku.

BRESS

“Ayo kita cari tempat berteduh,” ucapnya sambil memayungiku dengan jaketnya.

Kami berteduh di sebuah halte. Sambil masih terus menggigil, Ken memegang hangat tanganku. Mataku yang semula basah dan sembab, kini berkurang semenjak kehadiran Ken.

***

“Maaf aku tak sanggup memberitahumu. Aku juga sakit mendengar kenyataan ini. Aku tak bisa membantah ibuku. Kamu tidak akan mengerti budaya kami. Apalagi usia kita? Seumuran. Ibu memintaku untuk mencari yang seusia dengan adikku”.

Kalimat itu membekukan hatiku. Seketika rubuh impianku di bulan Juli. Aku menatapnya penuh kekecewaan. Napasku terengah-engah dibalut tangis yang mulai mengaburkan ucapanku.

“Sudah berapa lama kau membuat ikatan dengannya?” semakin lirih hingga nyaris tak terdengar.

“Satu bulan ini, maafkan aku. Maaf! Percayalah aku tentunya ingin bersama denganmu.”

BRUKK

“Pergi dari sini, pergi aku bilang!”. Tangisku pecah, aku tidak tahu kenapa kepalaku terasa begitu berat. Seluruh badanku gemetar hingga tak kuat melanjutkan langkah. Dari balik pandangan yang mulai buram, samar-samar aku melihat seseorang menuju kepada ku. Ketika cahaya dari sorot mataku mulai padam. Langkahnya semakin cepat menghampiriku.

“Keyna...Keyna! aku sudah menangkapmu. Ya ampun badannya panas.”

Ken, aku memang seperti tak sadar. Tapi aku masih tetap bisa mendengar kekhawatiranmu kepadaku. Dia terus memegangi tanganku di atas motornya. Sesekali berdoa agar aku tak kenapa-kenapa.

*

“Om?”

“Iya, masuk saja Ken. Keyna sudah bangun kok.”

“Key, kamu sudah lebih baik? Bukan kah aku sudah berkata bahwa Salman menyembunyikan sesuatu Key.”
 
Aku menghela napas panjang. Ada sesuatu yang tak terucap, beku wajahku. Tapi tak mungkin Salman meninggalkanku hanya karena pola pikir ibunya, bukan? Entahlah.

“Aku ingin melihat Salman,” ucapku dalam hati lirih.

Masih tetap terus menggenggam potret itu. Ken memelukku kembali. Tapi aku tetap diam kosong. Hingga akhirnya Ken keluar dari kamarku.

***

Cukup lama kami menanti hujan ini berhenti, ya. Masih tetap di halte, di sebuah jalan yang sunyi.

“Key, lihat aku. Kamu berhak bahagia. Mana Keyna ku yang dulu? Manis, ceria, dan pintar. Biarkan dia pergi dengan pilihannya. Kelak, akan ada pangeran tampan dan baik hati yang akan menjemputmu dengan kuda putihnya.”

Hatiku, Ken. Selalu ada untukku, kata yang keluar dari mulutnya mendamaikan. Potret itu, ku robek sudah bertepatan dengan redanya hujan.



#RUMBELLMIPS
#TANTANGANTEMA2
#CERPENALURMAJUMUNDUR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar