Minggu, 05 Mei 2019

Aku Guru Doyan Belajar

“If you really want to do somehting, you’ll find the way. If you don’t, you’ll find an excuse”

Sayà sependapat dengan kalimat tersebut. Bagaimana denganmu teman?

Baik, ada satu lagi yang kalimat insipiratif yang ingin saya bubuhkan, “Guru datang ketika murid siap,” sebuah kata dari Bunda Septi Wulandani. Lalu apa hubungan kedua kalimat tadi dengan tulisan ini? Bismillah, saya ingin berbagi kisah kepada anda tentang sekelumit perjalanan saya dari awal menemukan sebuah pintu hingga menjadi seorang "The Real Rosa".

Teman, pernahkah mendengar tentang “merdeka belajar”? Jujur saya pertama kali mendengar istilah ini setelah di akhir menapaki bangku perkuliahan dan bergabung di KGB Semarang. tapi ternyata, esensinya sudah saya terapkan ketika pertama kali saya mengenal seorang Dutria Bayu Adi, Sang Profesional Student. Siapakah Bayu? Seorang mentor yang mengubah saya menjadi seorang pembelajar sejati. Kata-kata beliau yang selalu terngiang di kepala saya adalah

“Mbak Rosa masih ingetkah 4 tahun lalu, kita ngobrol bareng. Yuks kapan-kapan kita ke Salatiga, belajar dengan orang keren, guru keren, namanua Bu Septi Peni. Yuks usaha bareng, siapa yang dapat kontak duluan kita share buat yang lain #sejarah #jalanmenujilmu. Dan alhamdulillah cita-cita itu sekarang jadi kenyataan. Mbak Rosa masuk dalam keluarga besar Margosari. Bukan hanya kenal, tapi masuk di dalamnya. Keren banget mbak. Hebat! Ini bukti bahwa apapun yang kita inginkan, yang penting kita sungguh-sungguh, maka akan ada jalan dan kita dapat. Benar adanya bahwa Guru datang saat murid siap.” ucapnya kala itu.

Masa itu, saya mengerti bahwa saya adalah calon guru. Namun, pertanyaannya saya ingin jadi guru yang seperti apa? Apakah hanya guru yang biasa-biasa saja? Tentu tidak. “Saya ingin jadi Gurunya Manusia”. Bagaimana saya menggapainya? Tentunya menjadi seorang guru yang merdeka belajar. Mengapa kita harus belajar? Karena semua pencapaian awalnya dimulai dari sebuah proses pembelajaran. Meengapa guru harus belajar? Karena ada istiqomah yang harus diperjuangkan. Karena semangat saja tidaklah cukup. Seorang teman pernah berkata “Terkadang menurutku guru adalah seorang yang tak berdaya. Karena kita belajar menunggu perintah dari dinas, kita belajar bila ada ongkos transportasi. Maka dari itu kita harus berdaya dengan merdeka belajar.” Ya, tidak salah ungkapan tersebut. Memang seharusnya begitulah jiwa guru, seorang learner dan futuristik.

Ketika saya menyadari bahwa tidak cukup kita hanya belajar di bangku perkuliahan. Saya putuskan untuk berkelana di masa akhir kuliah tersebut. Maka terbentuklah sebuah perkumpulan kecil dari para mahasiswa agen perubahan, menyalakan tanda semangat merdeka belajar. Bahwa belajar bisa dari sesama guru yang sudah mempraktikkan, ataupun guru yang sudah berhasil. Sebut saja seperti Munif Chatib, Abah Rama, Bunda Septipeni dan sebagainya.

Rintangan, tantangan tentu pasti ada. Semangat dan jarak salah satunya. Tidak semua rekan yang tergabung pun akan 100% penuh kesadaran untuk istiqomah belajar. Lantas bagaimana? Tidak masalah. Jika sedikit, yang sedikit itulah yang akan datang guru kepadanya. Setiap saat yang terjadwal kami agendakan untuk belajar. Seperti bulan Mei 4 tahun lalu, kami belajar “Gurunya Manusia” dari seorang Bapak Munif Chatib. Mengendarai motor menuju Klaten untuk belajar Tallent Mapping bersama Abah Rama. Menerjang derasnya Kota Salatiga, belajar dari seorang Pak Bahruddin dari Qoryyah Thoyyibah. Bertanya dan mengajak sharing hangat dengan beberapa guru SD di kota kami.

Sempat saya marah! Ya, saya marah ketika saya berusaha berbagi di sebuah grub tentang ilmu yang didapat. Tapi tak ada respon yang baik, respon baik justru saya temukan di luar komunitas. Ahk, saya berusaha tidak “baper”, mungkin saja mereka tak butuh ilmu yang saya bagikan.

Detik-detik Wisuda, 20 Oktober 2018

Gerbang dunia sesungguhnya akan bermula. Saya menemukan sebuah wadah bernama Komunitas Guru Belajar Semarang. Untuk orang yang punya sifat produktif adaptability, WOO, dan communication seperti saya, berbaur secara hangat yang cepat tidaklah susah. Di sinilah saya mendengar istilah Guru Merdeka Belajar untuk pertama kalinya. Sempat saya mengikuti sebuah Temu Pendidik Nusantara 2018 lalu di Jakarta selama 3 hari. Dan selama itu pula, banyak istilah merdeka belajar bermunculan. Dan teringatlah saya akan semangat belajar yang lalu, esensinya sudah hampir saya dapat.

Wisuda terlaksana sudah. If you really want to do somehting, you’ll find the way. Dan ini jugalah yang mempertemukan saya dengan School of Life Lebah Putih Salatiga, dan masuklah saya ke dalamnya. Bertemu dengan Bu Septipeni, guru yang dahulu ingin sangat saya belajar bersamanya. Salah satu esensi yang saya belajar tentang merdeka belajar adalah belajar dengan sesama pendidik pula. Tak hanya belajar dengan Bu Septi maupun Kak Enes, pun aku juga belajar kepada sesama “kakak” guru yang ada di sini. Sebab saya yakin, setiap kakak, setiap saat selalu mempunyai pengalaman belajar dalam kelas yang antusias saya mendengarnya.

Menjadi penggerak KGB dan melaksanakan GMB 1

Saya selalu berusaha mengosongkan gelas ketika belajar dengan orang lain. Pun di acara ini. Suatu kehormatan kami para penggerak diamanahi untuk mengadakan acara yang baru KGB Semarang saja se-Indonesia yang mengadakan GMB. Di dalamnya, bagi seorang guru baru seperti saya, saya semakin mengerti tentang miskonsepsi yang ada di dunia pendidikan Indonesia saat ini, miskonsepsi guru merdeka belajar saat ini pula. Ahk, masih banyak yang harus saya pelajari teman. Mengikuti GMB adalah seperti menemukan oase di padang pasir. Sangat beruntung.

Teman, kemerdekaan berarti guru punya komitmen pada tujuan. Guru yang merdeka paham kenapa perlu mengajar suatu materi dan kaitannya dengan aplikasi sehari-hari. Guru yang merdeka itu mandiri, selalu bergantung pada dirinya untuk mengatasi tantangan, tidak mudah menyerah menghadapi tantangan. Guru yang merdeka itu reflektif, berani meminta umpan balik secara aktif dan menilai diri sendiri dengan objektif.

Esoknya, diferensiasi method yang saya pelajari lantas lebih saya perkuat di dalam kelas. Kami, yaitu saya dan anak-anak, belajar mengenai persatuan dalam keberagaman dalam bingkai merdeka belajar. Untuk kemudian saya tulis hasil refleksi mengajar hari itu sambil meminta saran dari guru pendamping. Barakallah, dari baik menjadi lebih baik. Dari belajar menjadi sangat gila belajar.

Benar bahwa “Guru datang saat murid siap”, siapa “guru” itu? Semuanya, baik sesama pendidik, pendidik yang berhasil menerapkan belajar yang bermakna, bahkan seorang siswa sekalipun. Karena semua murid semua guru. If you really want to do somehting, you’ll find the way. Masih dengan kalimat itu, ya. Jika kamu sangat ingin melakukan sesuatu “belajar”, dalam hal ini belajar menjadi seorang gurunya manusia yang merdeka belajar, kamu akan menemukan jalannya.

Semoga teman terinsipirasi akan kisah saya kali ini. Tetaplah menjadi guru yang doyan dan merdeka belajar. Sebab kita, juga adalah poros perubahan peradaban.

#tantangan4rumbellm
#kisahinspiratif
#rumbellmipsemarang
#aksiGMB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar